NOWTOOLINE, LAMONGAN – Proyek pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk senilai kurang lebih Rp 1,3 miliar kini tinggal rangka beton usang yang mangkrak di atas lahan konflik. Bangunan itu jadi saksi bisu dari ambisi mantan Camat Bluluk, Syam Teguh Wahono, yang diduga nekat menggunakan tanah kas desa (TKD) tanpa prosedur sah, tanpa musyawarah desa (musdes), dan menyisakan kerugian miliaran rupiah.
Aroma pemaksaan mencuat dari keterangan Kepala Desa Bluluk, Purwanto. Ia merasa dijebak dalam pusaran proyek yang penuh kejanggalan sejak awal. Pada 2018, Syam Teguh, yang kini menjabat Camat Laren, mengklaim adanya anggaran proyek pembangunan kantor Kecamatan Bluluk.
Syam Teguh mengklaim adanya anggaran tersebut, menurutnya, berdasarkan keterangan yang disampaikan Syam Teguh dari pihak DPRD Lamongan dirinya diminta mengukur lapangan desa tanpa mengindahkan hasil Musyawarah Desa (Musdes) yang tegas menolak.
“Musdes jelas menolak lapangan desa dipakai. Tapi Pak Camat tetap memaksa saya mencarikan lahan pengganti. Material proyek bahkan sudah datang sebelum lahan pengganti ada,” kata Purwanto kepada awak media, Senin (19/5/2025).

Kepala Desa yang mencoba bersikap hati-hati ini akhirnya memasang plang larangan di lokasi proyek. Bukannya didengar, ia malah dipanggil Polsek Bluluk. “Saya tegaskan, ini bukan urusan kepolisian, ini soal keputusan warga desa. Camat Syam Teguh tidak menghargai suara rakyat,” ujarnya.
Karena terus ditekan, Syam Teguh yang kini menjabat sebagai Camat Laren, Purwanto akhirnya menawarkan tanah sawah ganjaran milik Sekretaris Desa (Sekdes) dan Kepala Dusun (Kasun) Bluluk di sisi selatan lapangan desa.
“Lahan yang dibutuhkan seluas 60×60 meter persegi. Kemudian kedua tanah ganjaran tersebut diukur ulang bersama Camat Syam Teguh sesuai kecukupan lahan. Sehingga material proyek pun kembali dikirimkan,” tuturnya.
Namun yang bikin geram, pembangunan kantor Kecamatan Bluluk itu hingga kini mangkrak. Desa tak mendapat satu sen kontribusi dari Pemerintah Kabupaten Lamongan maupun Kecamatan Bluluk.
Sementara lahan ganjaran Sekdes dan Kasun yang diambil alih justru membawa kerugian besar. Karena selama 6–7 tahun terakhir, Sekdes dan Kasun Bluluk tak bisa menikmati hak atas sawah ganjaran mereka.
“Padahal jika disewakan, lahan seluas 360 RU itu bisa menghasilkan Rp 2 juta hingga Rp 3,96 juta per tahun. Belum termasuk lahannya Kasun,” ucapnya.
Sebagai informasi bahwa berdasarkan data Buku C Desa, sawah ganjaran Sekdes seluas 3.050 m², dan milik Kasun mencapai 9.650 m². Sebagian kini telah berdiri bangunan mangkrak.
Menurut penilaian tim appraisal, nilai tanah sawah ganjaran Sekdes dan Kasun mencapai Rp 420 ribu/m². Sedangkan lahan pengganti yang ditawarkan, yakni milik Ketua BPD Tri Suharto dan warga Bluluk bernama Darsono.
“Sampai hari ini, kami belum menerima kompensasi apa pun. Tapi kami masih menahan diri. Harapannya, desa bisa dapat ganti untung, bukan rugi,” katanya.
Purwanto menyebut bahwa Camat Bluluk yang baru, Riko, tidak terlibat dalam kekacauan ini dan justru ikut mendorong penyelesaian bersama BPN, BPKAD, hingga Kejaksaan Negeri Lamongan.
“Saat membangun kantor itu, Pak Camat (Syam Teguh Wahono) terkesan abaikan asas musyawarah dan hukum. Jadinya bangunan mangkrak sampai saat ini. Sehingga kini kami hanya menunggu satu hal, yakni keadilan,” ucap Puwanto, Kades Bluluk.
Sebelumnya, Syam Teguh Wahono yang saat itu menjabat sebagai Camat Bluluk Kabupaten Lamongan diduga melaksanakan proses pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk Baru diatas Tanah Kas Desa (TKD) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pria yang saat ini telah menjabat sebagai Camat Laren diduga kuat pada saat itu telah melakukan pemaksaan untuk mempergunakan dan memakai tanah negara dan/atau TKD yang diatasnya terdapat hak pakai dari perangkat desa yakni Sekretaris Desa dan Kepala Dusun Bluluk.
“Kami menduga pembangunan kantor tersebut belum menyiapkan atau mempunyai lahan atau tanah sesuai aturan. Nah, dari fakta dilapangan proses pembangunannya diduga dilaksanakan antara 2016-2017, semasa Camat Bluluk dijabat Syam Teguh Wahono,” ujar Supriadi
Karena Kantor Kecamatan Bluluk Baru sudah terbangun namun diduga telah mangkrak, tentunya bangunan kantor telah menelan anggaran yang tidak sedikit. Padahal, menurutnya, pembangunan kantor tersebut diduga tidak memiliki proses persiapan serta perencanaan yang sesuai prosedur jelas dan terukur.
“Kenapa hal itu bisa dilaksanakan, padahal diduga pemerintah desa setempat, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan tokoh masyarakat telah melakukan penolakan saat akan dilakukanya proses pembangunan kantor tersebut,” katanya.
Meski demikian, dibeberkan Supriadi, Syam Teguh Wahono yang pada saat itu menjabat sebagai Camat Bluluk diduga tetap memaksakan untuk melaksanakan proses pembangunan kantor tersebut.
“Mantan Camat Bluluk diduga menyakinkan pemdes setempat bahwa TKD boleh bila digunakan untuk penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maksudnya kantor Kecamatan,” ucapnya.
Untuk meyakinkan pemdes tersebut, Supriadi menyampaikan, Syam Teguh berdalih akan segera mengurus semua proses perijinan dan Peralihan Hak Pakai atas Tanah Negara atau TKD tersebut.
“Namun sejak dibangunnya kantor tersebut, peralihan hak pakai tanah dan/atau pemberian ganti rugi berupa tanah sebagai ganti TKD tak kunjung dilaksanakan,” katanya.
Dia menegaskan, sebelum dilaksanakan proses pembangunan harusnya pihak pemerintah daerah hingga desa sudah mengantongi kutipan Surat Perubahan atau Peralian Hak Pakai atas TKD tersebut.
Karena sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, menurutnya, kutipan surat tersebut diterbitkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang atau pejabat-pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan atas TKD atau Tanah Negara itu.
“Belum dikantonginya kutipan surat tersebut, tentunya apa yang diduga dilakukan Syam Teguh semasa menjabat Camat Bluluk merupakan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Atas dugaan penggunaan dan pemakaian TKD tanpa adanya proses yang sah dalam proses pembangunan kantor Kecamatan Bluluk Baru itu, Supriadi mengungkapkan, negara/daerah mengalami kerugian miliaran rupiah.
Kisaran kerugian, menurutnya, mencapai kurang lebih Rp 1 milyar hingga 2 milyar akibat dari perbuatan melawan hukum maupun lalai yang dilakukan oleh Syam Teguh Wahono saat menjabat sebagai Camat Bluluk.
“Perbuatan yang diduga dilakukannya semasa menjabat Camat Bluluk itu telah saya laporkan ke Kejaksaan Negeri Lamongan. Karena perbuatan itu termasuk tindak pidana korupsi,” tutur Supriadi.
Sebagai informasi, mantan Camat Bluluk Syam Teguh Wahono dilaporkan Supriadi ke Kejaksaan Negeri Lamongan karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan memaksa Kades Bluluk gunakan TKD pada proses pembangunan kantor Kecamatan Bluluk tanpa Musdes. Sehingga negara dirugikan miliaran rupiah.