NOWTOOLINE, LAMONGAN – Raperda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2022 telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan (DPRD Lamongan) pada Rapat Paripurna, Senin (15/11/2021) kemarin. Namun postur dari APBD Lamongan 2022 terlihat glamour dan tidak pro rakyat.
Itu bisa dilihat dari banyaknya alokasi anggaran yang dinaikkan tanpa mempertimbangkan asas kelayakan dan kepatutan. Salah satunya terlihat dari naiknya anggaran kunker (kunjungan kerja) dewan hingga tiga kali lipat di era kepemimpinan Bupati Yuhronur Efendi.
Lebih tragis lagi, adanya kenaikan belanja tunjangan perumahan untuk dewan yang juga naik dua kali lipat jika dibandingkan era kepemimpinan Bupati Fadeli yang saat itu Kabupaten Lamongan masih di tengah masa pendemi Covid-19.
Tunjangan perumahan untuk dewan di era kepemimpinan Bupati Fadeli yang tertuang dalam APBD tahun 2020 sebesar Rp. 5,091 Milyar. Sedangkan pada era kepemimpinan Bupati yang gemar bernyanyi dengan panggilan Pak Yes naik menjadi Rp. 10,284 Milyar (APBD 2022).
Adanya kenaikan tunjangan perumahan hingga senilai Rp. 5,080 Milyar, APBD Lamongan 2022 terkesan glamour dan tidak berpihak pada sebagian besar kepentingan masyarakat. Namun ini menjadi kabar yang menggembirakan bagi para wakil rakyat yang duduk di Gedung DPRD Lamongan.
Dinaikkannya tunjangan perumahan dewan menjadi Rp. 10,284 Milyar di Tahun Anggaran 2022, seolah menunjukkan pada publik bahwa di era kepemimpinan Pak Yes tidak memperhatikan batas-batas kewajaran sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 2017.
Untuk diketahui, dalam PP No. 18 tahun 2017 dijelaskan bahwa “Besaran tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku, dan standar luas bangunan dan lahan rumah negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Kenaikan tunjangan perumahan untuk dewan tersebut, dapat kritikan pedas dari salah satu tokoh LSM senior di Lamongan, Muhammad Nursalim menuturkan, kenaikan tunjangan tersebut merupakan bentuk sandera yang dilakukan eksekutif terhadap legislatif.
“Kenaikan tunjangan perumahan itu tidak sesuai dengan fakta keperuntukannya. Tapi ini justru menjadi jebakan eksekutif untuk menyandera legislatif. Suatu saat ini bisa diungkap,” kata Cak Nur.
Tunjangan perumahan dewan yang tertuang dalam APBD 2022 senilai Rp. 10,284 Milyar. Cak Nur mengungkapkan, dari nilai tersebut bisa diasumsikan bahwa setiap anggota DPRD Lamongan dari 50 orang mendapatkan tunjangan perumahan sebesar Rp. 205 juta per tahun atau Rp. 17 juta per bulan.
Dari nilai tersebut, menurutnya, terindikasi menyalahi aturan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pemukiman dan Prasarana wilayah yang sekarang namanya menteri PUPR NO.373/KPTS/M/2001 tentang sewa rumah negara dan Peraturan Menteri Keuangan No 33/PMK.06/2012 tentang cara pelaksanaan sewa barang milik daerah.
“Dengan standar harga bangunan per meter senilai Rp. 8 juta saja, masih ketemu Rp. 7,6 JT per tahun untuk klas B atau Eselon II. Sedangkan untuk klas A Eselon I sekelas Dirjen hanya 15,84 JT per tahun. Nah, ini DPRD Lamongan membuat standar Rp. 205 juta per tahun. Itu selevel rumah Presiden atau Sultan,” ujar Cak Nur.
Secara terpisah, anggota DPRD Lamongan dari Fraksi PKB Syaifudin Zuhri menegaskan bahwa tunjangan perumahan hanya diperuntukkan untuk pimpinan dewan yang terdiri dari 4 orang saja bukan untuk para anggota.
“Tunjangan perumahan itu hanya untuk pimpinan dewan saja. Kalau anggota dewan itu hanya tunjangan kendaraan dan tunjangan komunikasi. Saya pastikan itu clear,” tegas Syaifudin.
Selain tunjangan perumahan, ungkap Syaifudin, pimpinan dewan juga menerima fasilitas telpon, listrik dan sebagainya yang pasti lengkap. “Dari perhitungan saya, selisih tunjangan antara pimpinan dan anggota dewan itu bisa mencapai sekitar Rp. 23 juta loh,” ungkap Syaifudin, ketika dikonfirmasi mengenai tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Lamongan yang tertuang dalam APBD 2022.