NOWTOOLINE, LAMONGAN – Belum ada bukti tertulis tentang sosok Dewi Andongsari maupun Mahapatih Kerajaan Majapahit Gajah Mada. Namun ternyata keduanya hidup dalam cerita rakyat Kabupaten Lamongan.
Bahkan, Gunung Ratu Wilwatikta atau kawasan Gunung Ratu yang berada di Dusun Cancing Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang, Lamongan, Jawa Timur dipercayai merupakan Makam Dewi Andongsari sosok Ibunda Gajah Mada.
Badan Pengelola Museum dan Cagar Budaya Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Wicaksono Dwi Nugroho mengaku sangat menghormati adanya cerita rakyat atau floklor yang telah berlangsung selama ini.
“Intinya kami sangat menghormati adanya cerita rakyat yang menceritakan situs Gunung Ratu dikaitkan dengan cerita Dewi Andongsari atau Ibunda Mahapatih Gajah Mada. Karena cerita rakyat ini telah berlangsung cukup lama,” ujar Wicak, Selasa (4/7/2023).
Namun, Wicak mengemukakan, pihaknya memiliki versi yang berbeda dengan cerita rakyat yang selama ini berlangsung dan berkembang cukup lama. Bahkan, menurutnya, telah menjadi argumen yang tertulis dalam sejumlah media sudah sejak lama.
“Kami ada versi yang berbeda. Yang mana versi dari arkeologi belum menemukan keterkaitan antara Gunung Ratu dengan tokoh Dewi Andongsari yang merupakan Ibunda Gajah Mada. Atau keterkaitan langsung dengan Gajah Mada sendiri,” tutur Wicak usai Sarasehan Gajah Mada – Kebangkitan Nusantara dari Bumi Lamongan di Pendopo Lokatantra.
Sementara itu, Pegiat Budaya Lamongan Rudi Hariono menuturkan, situs Dewi Andongsari yang berada di puncak bukit Gunung Ratu tersebut dipercaya sebagai makam ibunda Mahapatih Gajah Mada.
Menurutnya, keberadaan makam Dewi Andongsari tersebut dikuatkan dengan cerita rakyat atau tutur tinular yang beredar di tengah-tengah masyarakat tentang riwayat Dewi Andongsari yang dalam cerita tutur tersebut disebut adalah Ratu Tribuaneswari.
“Pakem cerita tutur atau cerita rakyat ini mengisahkan perjalanan Ratu Tribuaneswari atau Dewi Andongsari keluar dari Majapahit sampai singgah di Gunung Ratu Ngimbang dan melahirkan Gajah Mada,” kata Rudi.
Pakem rangkaian peristiwa dalam cerita rakyat di wilayah Lamongan ini, Rudi menjelaskan, sudah berabad-abad lamanya menjadi kisah dan legenda.
Setelah dilakukan pendalaman, Rudi memaparkan, cerita rakyat ini selaras dengan isi Kitab Nagarakartagama, Pararaton juga prasasti yang dibuat oleh Raden Wijaya pada tahun 1294 M-1305 M.
“Penemuan benda purbakala selama proses pemugaran di kawasan Gunung Ratu juga seolah membuktikan kebenaran dari pakem cerita rakyat yang hari ini masih di pegang oleh para sepuh,” ujarnya.
Barang-barang purbakala ditemukan oleh panitia pembangunan tersebut, menurut Rudi, tercecer di atas tanah di dua bukit yang ada di belakang Gunung Ratu dimana kawasan tersebut sudah digunakan sebagai area persil oleh masyarakat dan saat pembersihan lahan biasanya dibakar.
Bahkan para penemu barang-barang tersebut, Rudi menegaskan, juga bersedia diambil sumpah untuk menyatakan barang-barang tersebut adalah benar-benar diketemukan di sekitar makam Dewi Andongsari dan di dua bukit belakang Gunung Ratu.
“Inilah yang menjadi dasar keyakinan kami, bahwa pakem cerita rakyat yang disampaikan tersebut mendekati kebenaran,” katanya.
Rudi berharap, setelah dilaksanakan sarasehan ini para pihak yang berkompeten segera melakukan pengamanan terhadap titik atau lokasi situs purbakala.
Terutama di dua bukit belakang Gunung Ratu, yang dalam pakem cerita rakyat ini mengarah sebagai lokasi petilasan Raden Wijaya atau tempat tinggal bangsawan dan candi titik akhir hayat Gadjah Mada.
“Jadi sekitar makam Dewi Andongsari dan di dua bukit belakang Gunung Ratu mengarah sebagai tempat tinggal bangsawan Singosari-Majapahit dan candi titik akhir hayat Gajah Mada,” tutur Rudi.