NOWTOOLINE, LAMONGAN – Aroma tak sedap makin tajam dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPH-U) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Lamongan.
Tim kuasa hukum Muhammad Wahyudi, mantan Kepala Disnakeswan, kini menempuh langkah tak biasa yakni meminta Kejari Lamongan menggelar tes polygraph (deteksi kebohongan) dan uji forensik sidik jari serta tanda tangan terhadap barang bukti.
Langkah ini, yang diajukan Senin (14/4/2025), bukan tanpa alasan. Muhammad Ridlwan dan Ainur Rofik selaku Penasehat Hukum Wahyudi menilai, ada kemungkinan kasus ini tak sesederhana yang dibayangkan publik bahkan berpotensi mengarah pada konspirasi sistematis.
“Kami ingin perkara ini dibuka terang benderang. Bisa saja justru ada pihak-pihak yang bersembunyi di balik sistem. Kenapa klien kami seolah jadi tumbal?” tegas Ridlwan kepada sejumlah awak media.
Pernyataan itu bukan gertakan semata. Ia mengungkap bahwa Wahyudi—yang saat itu menjabat Kepala Dinas sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)—tidak ikut menandatangani dokumen awal proyek, yakni Berita Acara Kaji Ulang. Namun, pembangunan tetap berjalan.
“Kalau tidak ada tanda tangan Kepala Dinas, kenapa proyek tetap jalan? Ini perlu diusut. Jangan-jangan ada yang sengaja pasang badan, lalu sekarang cuci tangan,” sindirnya.
Ia juga mengingatkan bahwa proyek semacam ini melibatkan banyak bidang teknis dan pejabat. Tapi anehnya, hanya Wahyudi yang kini disorot tajam.
“Ini bukan pekerjaan individu. Ada sistem kerja, ada tanggung jawab kolektif. Jangan sampai klien kami dijadikan kambing hitam,” lanjutnya.
Tak kalah menarik, Ridlwan mengklaim bahwa kerugian negara senilai Rp92 juta lebih yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah dikembalikan jauh sebelum kasus ini naik penyidikan.
“Itu dibayar lunas pada Mei dan Juni 2023, bahkan sebelum jaksa turun tangan. Bukti setorannya ditandatangani langsung pejabat Majelis TGR,” bebernya.
Langkah hukum ini dinilai sebagai sinyal bahwa kasus RPH-U Lamongan belum sepenuhnya bersih dari kepentingan tersembunyi. Desakan agar Kejari Lamongan memproses semua pihak yang terlibat juga menjadi sorotan publik. “Kalau bicara pidana, ya individu yang salah harus ditindak. Tapi yang tidak bersalah, jangan dipaksa terseret,” tandas Ridlwan.