News  

Mantan Camat Bluluk Diduga Langgar Hukum : Proyek Mangkrak, TKD Raib Tanpa Ganti Rugi

Bangunan kantor Kecamatan Bluluk yang menelan anggaran miliaran rupiah, kini tinggal rangka beton usang yang mangkrak di atas lahan ganjaran Sekdes dan Kasun Bluluk, (Foto : Arianda)

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Proyek pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk yang saat ini mangkrak masih menuai sorotan tajam. Mantan Camat Bluluk, Syam Teguh Wahono, disebut-sebut sebagai sosok yang bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran hukum dan pengabaian prosedur pengadaan tanah.

Untuk diketahui bersama, kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukan oleh mantan Camat Bluluk Syam Teguh tersebut telah dilaporkan ke Polres Lamongan kaitan dengan pembangunan kantor.

Namun kaitan dengan pengadaan tanah untuk pembangunan kantor Kecamatan Bluluk yang diperoleh dari tanah kas desa (TKD) tersebut dilaporkan ke Kejari Lamongan.

Pelapor kepada kedua aparat penegak hukum di wilayah Kabupaten Lamongan tersebut adalah Supriadi, warga Desa Karangsambigalih, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan.

Supriadi menyebut ada kejanggalan serius sejak tahap awal pembangunan. Ia menyoroti dugaan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Seharusnya pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk dilakukan melalui tahapan yang ketat yakni perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Tapi yang terjadi, tahapan-tahapan ini seperti dilompati begitu saja oleh Camat saat itu,” ujar Supriadi, Selasa (17/6/2025).

Material Proyek Datang, Lokasi Belum Jelas

Kronologi bermula dari rencana awal menjadikan Lapangan Desa Bluluk sebagai lokasi pembangunan kantor kecamatan. Namun, rencana itu justru ditolak mentah-mentah oleh warga melalui forum Musyawarah Desa (Musdes).

Kepala Desa Bluluk Purwanto, bahkan sempat memasang plang larangan di area proyek. “Masyarakat tidak setuju. Tapi Pak Camat tetap ngotot. Bahkan material proyek sudah datang padahal lokasi pengganti belum ditentukan,” katanya.

Alih-alih membangun dialog, Camat Syam malah memanggil Kades Purwanto ke kantor Polsek. “Ini bukan masalah pidana. Ini soal suara rakyat yang diabaikan,” tegasnya.

Mengangkangi Tahapan Hukum

Menurut Supriadi, Camat Syam Teguh diduga mengabaikan prosedur krusial dalam UU 2/2012, terutama dalam Pasal 16 hingga Pasal 21. Tahapan penting seperti pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi, hingga konsultasi publik tak pernah dilaksanakan secara transparan.

Padahal dalam Pasal 19 disebutkan, konsultasi publik wajib dilakukan untuk mendapat kesepakatan dari pihak-pihak yang terdampak. Bila masih ada keberatan, Pasal 21 dengan tegas menyatakan bahwa keberatan tersebut harus dikaji oleh tim bentukan gubernur.

“Pertanyaannya, apakah tim kajian dari Gubernur Jawa Timur pernah dibentuk? Tidak ada. Ini artinya, proses pengadaan tanah dilakukan secara sewenang-wenang,” ujarnya.

Di Atas Tanah Kas Desa, Tanpa Ganti Rugi

Yang lebih mencengangkan, Supriadi menuturkan bahwa mulai tahun 2017 hingga saat ini, Pemerintah Desa Bluluk belum menerima satu rupiah pun dari ganti rugi atas pelepasan tanah kas desa yang digunakan untuk pembangunan.

Padahal dalam PP Nomor 19 Tahun 2021 disebutkan secara eksplisit bahwa pelepasan tanah kas desa hanya bisa dilakukan setelah izin tertulis dari Gubernur dan setelah adanya kesepakatan ganti kerugian.

“Kalau memang prosedur diikuti, harusnya ada pengajuan ke gubernur, ada musyawarah, dan ada ganti rugi. Tapi nyatanya, sampai hari ini, nihil,” ujarnya.

Ganti rugi atas tanah kas desa, menurut Pasal 40 dan Pasal 46 UU 2/2012, seharusnya diberikan dalam bentuk tanah, bangunan, atau relokasi. “Tidak ada tanah pengganti dan tidak ada uang. Desa Bluluk seperti dijarah atas nama pembangunan,” ucapnya.

Dugaan Penyalahgunaan Wewenang

Dugaan paling serius muncul terkait potensi penyalahgunaan wewenang oleh Camat Syam Teguh. Alih-alih menjadi fasilitator yang menjembatani kepentingan publik dan negara, mantan camat itu diduga bertindak layaknya pemilik proyek.

“Kalau benar tahapan-tahapan hukum tidak dijalankan, ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini bisa masuk ke ranah pidana penyalahgunaan wewenang,” tuturnya.

Penegak Hukum Harus Bertindak

Supriadi mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Polres Lamongan serta Inspektorat Kabupaten Lamongan, untuk turun tangan. “Pemdes Bluluk butuh keadilan. Karena Desa Bluluk bukan obyek yang bisa dirampas begitu saja atas nama pembangunan,” ujar Supriadi.

Penulis: AriandaEditor: P Bayu S