NOWTOOLINE, PEKANBARU – Dugaan korupsi dana hibah BUMN oleh pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggemparkan jagat pers. Dewan Kehormatan PWI yang seharusnya menegakkan kode etik, justru dipertanyakan kredibilitasnya.
Lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, Wilson Lalengke menegaskan, Dewan Kehormatan PWI harus dikritik.
Karena, menurutnya, Dewan Kehormatan PWI tidak bertindak tegas terhadap berbagai pelanggaran kode etik, termasuk pungli dan proyek di dinas.
“Diduga banyak sekali anggota PWI yang mencari proyek di dinas-dinas seluruh jajaran pemerintahan di Indonesia. Tentunya ini berpotensi mencederai independensi jurnalisme,” kata Wilson, Kamis (11/4/2024).
Lebih lanjut, sambung Wilson, dugaan korupsi dana hibah BUMN senilai Rp 2,9 miliar telah mencoreng nama baik PWI. “Yang lebih buruk lagi, dana tersebut diduga diperoleh PWI Pusat dengan cara mengemis ke Presiden Jokowi tanpa melalui mekanisme yang transparan,” ujarnya.
Atas ketidakjelasan proses investigasi dugaan korupsi dana hibah BUMN tersebut, berakibat kredibilitas Dewan Kehormatan dipertanyakan oleh publik. “Karena tidak adanha informasi tentang langkah konkret Dewan Kehormatan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran,” ucapnya.
Tak hanya itu saja, hal ini juga diperburuk dengan adanya dugaan keberpihakan Dewan Kehormatan atau terkesan melindungi pengurus PWI yang terlibat dugaan kasus korupsi. “Serta kurangnya transparansi Dewan Kehormatan dalam menjalankan tugasnya,” tuturnya.
Untuk itu, Wilson meminta, Dewan Kehormatan PWI perlu bertindak tegas terhadap pelanggaran kode etik, termasuk dugaan kasus korupsi.
“Diantaranya, Dewan Kehormatan PWI harus membuka informasi secara transparan tentang proses investigasi dan hasil keputusan kepada publik. Dan membuktikan komitmennya dalam menjaga marwah jurnalisme,” ujar Wilson.