NOWTOOLINE, LAMONGAN – Proyek pembangunan yang awalnya disebut sebagai Pasar Desa Tiwet menuai kontroversi. Kepala Desa Tiwet, Ahmad Syaifuddin Zuhri, secara tegas membantah bahwa proyek yang saat ini terkesan menjadi monumen anggaran tersebut adalah pasar desa.
Menurutnya, proyek yang menelan anggaran dari APBD 2023 itu adalah pembangunan ruko, bukan pasar desa.”Jangan bilang pasar desa, mas. Itu ruko, ada lima stand,” ujar Syaifuddin, Selasa (21/1/2025).
Pernyataan ini semakin menarik perhatian publik ketika Syaifuddin membeberkan bahwa proyek pembangunan ruko tersebut menelan anggaran sebesar Rp 50 juta, bukan Rp 100 juta seperti yang disebutkan dalam APBD 2023 melalui BKPD.
“Proyek itu saya beli dari Mas Dimyati (sekarang – Anggota DPRD Lamongan Fraksi Partai Gerindra) yang diperoleh dari Wakil Bupati Lamongan Kiai Ro’f (KH Abdul Rouf) senilai Rp 50 Juta,” katanya.
Ketika ditanya untuk proyek yang menelan anggaran Rp 100 juta bersumber dari APBD, Syaifuddin memberikan klarifikasi mengejutkan. Dana tersebut, menurutnya, untuk pengurukan lahan dan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di lokasi yang sama, jauh sebelum proyek ruko dimulai.
“Di atas lahan itu sekarang ada warung kopi milik desa yang disewakan dan menghasilkan pendapatan untuk desa,” tuturnya.
Meski dibangun sebagai pusat kegiatan ekonomi yang diharapkan mendukung pendapatan warga, hingga kini ruko tersebut justru sepi peminat. Tarif sewa yang ditetapkan sebesar Rp 2,5 juta per tahun tampaknya tak menarik minat warga.
“Sampai sekarang belum ada yang tertarik untuk menyewa. Pernah di-DP Rp 300 ribu oleh Pak Saim (mantan Wakil Ketua DPRD Lamongan), tapi tidak dilunasi atau ditempati,” ungkap Syaifuddin, tak segan membuka fakta yang mengecewakan.
Ketika anggota DPRD Lamongan Fraksi Partai Gerindra Dimyati saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, dirinya tidak memberikan jawaban. Dimyati justru memblokir nomor WhatsApp awak media.
Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Lamongan Srinoto justru meminta awak media untuk mempublikasi. “Di tulis aja di mediamu. Kaitan pejabat publik menggunakan anggaran negara tidak transparan. Harus dimunculkan undang-undang transparansi,” ucap Srinoto.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar. Apakah proyek Pembangunan Pasar Desa Tiwet yang menelan anggaran Rp 100 Juta sesuai di DPA dan APBD 2023 benar-benar dirancang untuk kepentingan warga atau hanya menjadi “monumen anggaran” yang tak membawa manfaat nyata ?