NOWTOOLINE, LAMONGAN – Dugaan ketidaktransparanan mencuat dari proyek rehabilitasi Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Ngabar Al-Mukmin di Dusun Mblangit, Desa Karanglangit, Kecamatan Lamongan. Dana hibah sebesar Rp 200 juta dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang seharusnya digunakan untuk perbaikan TPQ, kini menjadi sorotan lantaran tidak adanya papan proyek yang dipasang.
Menurut Kepala TPQ, Mahfud, papan proyek tidak dipasang di lokasi karena digunakan sebagai acuan oleh tukang. “Papan proyek dibawa tukang, tidak dipasang di depan TPQ. Tapi masyarakat sudah tahu, hampir 90 persen saya yakin paham,” ujar Mahfud, Minggu (22/12/2024).
Namun, sikap ini bertentangan dengan prinsip transparansi publik sebagaimana diatur dalam sejumlah peraturan terkait pengelolaan dana hibah.
Absennya papan proyek memunculkan dugaan adanya praktik pemotongan dana hibah sebesar 30 persen. Informasi yang dihimpun menyebutkan, dana hibah tersebut diinisiasi oleh Partai Demokrat, yang diduga memiliki kepentingan politik di balik proyek ini.
Jika terbukti, praktik ini bisa melanggar sejumlah peraturan hukum, mulai dari Undang-Undang Keuangan Negara hingga Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Potensi Pelanggaran Hukum
Dugaan pemotongan dana hibah ini berpotensi melanggar beberapa undang-undang, di antaranya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam perundang-undangan ini mengharuskan pengelolaan keuangan sesuai asas transparansi dan akuntabilitas.
Kedua, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau pihak lain yang merugikan negara merupakan tindak pidarapi Ketiga, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melarang penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah. Kemudian, UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik juga melarang penggunaan sumber daya publik untuk kepentingan politik partai.
Kebutuhan Transparansi
Ketidakhadiran papan proyek menjadi alasan utama mencuatnya kecurigaan publik. Papan proyek tidak hanya menjadi sarana informasi bagi masyarakat, tetapi juga bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat.
“Pihak provinsi tidak komplain soal papan proyek,” klaim Mahfud.
Namun, aturan yang berlaku jelas mewajibkan keberadaan papan proyek dalam setiap kegiatan pembangunan yang menggunakan dana publik.
Kasus ini menjadi bukti bahwa transparansi dan akuntabilitas masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan dana hibah. Jika dugaan ini benar, pemotongan dana hibah untuk kepentingan politik dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah dan partai politik.
Proyek Tanpa Nol, Akuntabilitas Nol?
Menariknya, proyek ini tidak dimulai dari awal, melainkan melanjutkan bagian yang sudah ada. “Sesuai RAB, hanya tembok ke atas saja. Kami juga rencanakan lantai dua,” jelas Mahfud.
Namun, tanpa transparansi yang memadai, publik tentunya bertanya-tanya, apakah dana hibah yang tertuang dalam Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), Nomor : 005/6727/012.3/2024 tertanggal 9 Juli 2024 tersebut benar-benar digunakan sesuai rencana?
Secara terpisah, Ketua DPC Partai Demokrat Lamongan, Sugeng Santoso, turut angkat bicara terkait isu ini. Ia mengaku tidak tahu-menahu soal dana hibah tersebut, bahkan menyebut bahwa di Kabupaten Lamongan hingga kini belum ada realisasi pencairan dana hibah.
“Apakah program dana hibah ini dari Mas Emil (Emil Elestianto Dardak) atau dari siapa, terus terang saya tidak tahu. Terkait dana hibah ini, DPD Partai Demokrat Jatim tidak pernah konfirmasi sama sekali. Jadi kalaupun ada dana hibah turun, tentunya Kepala Desa pasti tahu karena sebagai penguasa wilayah. Sumbernya dari mana, harus kades mengetahui,” ujar Sugeng.
Sampai dengan berita ini diturunkan, Kepala Desa Karanglangit Eurika Indra Dinata disebut mengabaikan upaya konfirmasi dari awak media terkait nominal anggaran dana hibah Provinsi Jatim yang diperuntukkan rehabilitasi TPQ NGABAR AL MUKMIN di desa yang dipimpinya.