NOWTOOLINE, LAMONGAN – Kabupaten Lamongan memperoleh jatah vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) sebanyak 65.100 dosis. Pelaksanaannya telah melampaui target yang diharapkan pada akhir bulan Oktober 2022 yakni sebanyak 53.955 dosis.
Sesuai data yang diinformasikan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Lamongan, vaksinasi PMK telah mencapai 82,8 persen. Angka tersebut melebihi target yang diharapkan yakni sebesar 80 persen.
“Alhamdulillah, saat ini vaksinasi PMK di Lamongan telah mencapai 82,8 persen. Vaksinasi PMK ini tah terdata pada iSIKHNAS,” kata Kepala Disnakeswan Kabupaten Lamongan Mochammad Wahyudi, Selasa, (1/11/2022).
Wahyudi bersyukur kasus PMK di Kabupaten Lamongan dapat terus dikendalikan dengan baik. Meski Lamongan masih dikategorikan sebagai daerah atau wilayah wabah PMK.
Menurutnya, kategori daerah wabah yang menentukan dari pemerintah pusat. Makanya berbagai upaya tetap terus dilakukan, salah satunya menggenjot pelaksanaan vaksinasi.
“Jumlah populasi ternak sapi di Lamongan sebanyak 117 ribu ekor. Data per hari ini, jumlah yang sembuh dari kasus PMK telah mencapai 84 persen dari 3.782 yang tertular yakni 3.177 ekor sapi. Sedangkan yang mati 36 ekor dan yang masih sakit 4.044 ekor sapi,” ujarnya.
Meski pasar sapi atau hewan ternak di Lamongan telah dibuka secara resmi setelah sempat ditutup selama 5 bulan akibat wabah PMK, tapi pengawasan tetap terus dilaksanakan.
“Kalau kita hanya pengawasan keluar masuknya sapi ke Lamongan. Dan Tim Disnakeswan Lamongan ada di Pasar Sapi ketika buka. Kan disetiap pasar sapi, ada Puskeswan (Pelayanan Kesehatan Hewan),” ucapnya.
Sedangkan pihak Perumda Pasar Lamongan, kata Wahyudi, harus tetap melaksanakan disinfektan sebelum dan sesudah pasar buka.
“Terpenting lagi tidak boleh menerima ternak sapi dari wilayah atau daerah yang dikategorikan zona merah,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Disnakeswan Kabupaten Lamongan drh Rahendra Prasetya Eko Sudarsono mengatakan, pihaknya tidak hanya menangani kasus PMK saja tapi juga berbagai penyakit yang menyerang sapi.
“Selain PMK, kita juga menangani penyakit sapi yang sering muncul seperti demam dan diare. Nah, yang baru-baru ini muncul di wilayah Riau dan informasinya telah muncul di wilayah Jawa Tengah yakni Lumpy Skin Disease (LSD) atau Penyakit Kulit Berbenjol,” tutur drh Hendra.
Karena LSD belum ada masuk, drh Hendra menyampaikan, pihakmya telah melakukan upaya pencegahan agar tidak masuk ke wilayah Lamongan. “Upaya kita saat ini, dengan memberikan sosialisasi tentang apa itu LSD, bentuknya seperti apa dan bagaimana penularannya,” katanya.
Hendra mengaku, pihanya telah melakukan sosialisasi di wilayah Desa Dari Kecamatan Pucuk, Pasar Sapi Tikung dan Pasar Sapi Babat Lamongan.
“Kita sampaikan kepada mereka, apabila menemukan ciri-ciri kulit sapi yang dijual demgan kondisi kulit berlumbang dipenuhi nanah seperti kulit yang terkena cacat. Maka para pedagang kita himbau untuk tidak membeli sapi tersebut,” ujarnya.
Dirinya tidak ingin LSD sampai seperti kasus PMK yang telah melumpuhkan pasar sapi di Kabupaten Lamongan. Karena, menurutnya, LSD penularannya melalui vektor nyamuk, lalat, serangga kecil dan caplak.
“Untuk nyamuk itu vektornya, Aedes aegypti, Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus, Lalat itu jenis stomoxys calcitrans, Haematobia irritans, Prostomoxys sp., Haematopota spp., Biomyia fasciata,” tuturnya.
Lebih lanjut, sambung drh Hendra, serangga kecil jenis Culicoides nubeculosus dan Caplak jenisnya Rhipicephalus appendiculatus, Rhipicephalus decoloratus, Amblyomma hebraeum. “Paling tidak kita berikan sosialisasinya dulu ciri-cirinya dan penularannya dari vektir apa saja,” ucapnya.
Dalam menangani LSD ini, jelas drh Hendra, harus ekstra hati-hati jangan sampai terjadi buab simalakama. Ketika disinfektan untuk mengendalikan PMK, maka insektisida untuk membasmi vektornya.
“Jadi kalau ada vektornya harus menggunakan insektisida. Jika salah penanggulangannya maka justru akan meracuni sapi, ketika dilakukannya fogging,” katanya.
LSD merupakan Emerging Infeksius Disease, sedangkan PMK adalah Re-Emerging Infeksius Disease. Karena, menurutnya, PMK pernah ada di tahun 1983 dan 1986. “Oleh karena itu perlu adamya survelen yang terstruktur di lapangan setelah dilaksanakannya vaksinasi hingga 2 tahun kedepan,” ujar drh Hendra, Sekretaris Disnakeswan Lamongan.