HUT ke-80 RI, Pelapor Dapatkan Bukti Baru Kuatkan Dugaan Manipulasi Data Penerima BLT-DBHCHT 2023

Supriadi, warga Kecamatan Sugio yang telah melaporkan dugaan manipulasi data penerima BLT-DBHCHT 2023 ke Kejaksaan Negeri Lamongan, (Foto : Dokumen)

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Skandal penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (BLT-DBHCHT) 2023 di Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, kian panas. Program yang semestinya menyasar buruh tani tembakau dan buruh pabrik rokok, justru diwarnai dugaan manipulasi dan/atau pemalsuan data penerima.

Pelapor kasus ini ke Kejaksaan Negeri Lamongan, Supriadi, mengaku mendapatkan bukti baru yang semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan. Bukti itu didapat setelah ia mengantongi data resmi dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Sugio.

“Saya dapat bukti dari Kantor BPP Kecamatan Sugio, hanya enam desa di Sugio yang menanam tembakau pada tahun 2023,” kata Supriadi, warga Kecamatan Sugio, Minggu (17/8/2025).

Dari enam desa penanam tembakau, Desa Kalitengah, Sidorejo, Bedingin, Kedungbanjar, Bakalrejo, dan Kedungdadi. “Dari enam desa hanya tiga desa yang warganya tercatat sebagai penerima BLT-DBHCHT 2023, yakni Kalitengah, Kedungbanjar, dan Bakalrejo,” tuturnya.

Namun, data menunjukkan sebanyak 612 warga dari 17 desa di Kecamatan Sugio menerima bantuan BLT-DBHCHT 2023. “Kalau buktinya seperti ini, apa benar mereka buruh tani tembakau atau buruh pabrik rokok? Sudah tentu adanya dugaan manipulasi,” ujarnya.

Dari BPP setempat, Supriadi menyebutkan, hanya 8 (delapan) desa dari 21 desa di Sugio tercatat menanam komoditi perkebunan. Dan enam desa yang betul-betul menanam tembakau, sisanya menanam tebu dan cabe jamu.

“Artinya, dari 17 desa penerima bantuan, 14 desa tidak pernah menanam tembakau di tahun 2023,” tegasnya.

Supriadi menduga, ada praktik manipulasi atau bahkan pemalsuan data dalam penyaluran BLT-DBHCHT 2023 di Sugio. Ia menilai, distribusi dana tersebut jelas tidak sesuai dengan aturan yang mewajibkan penerima adalah buruh tani tembakau dan buruh pabrik rokok.

“Hasilnya jelas, hanya 3 desa dari 17 desa penerima yang betul-betul menanam tembakau. Sisanya patut dipertanyakan,” kata Supriadi.

Kecurigaan semakin menguat setelah Supriadi menerima jawaban tertulis dari petugas BPP Kecamatan Sugio, Sumadi, S.P. Dalam surat resmi itu ditegaskan bahwa tahun 2023, komoditas tembakau hanya ditanam di enam desa.

“Sedangkan dua desa lainnya, Lawanganagung menanam tebu, sementara Daliwangun menanam tebu dan cabe jamu,” tulis Sumadi.

Analisa di 3 Desa Butuh 612 Buruh Tani Tembakau

Musim tanam tembakau butuh banyak tangan saat tanam, panen, sortir dan pengeringan. Di puncak panen, 1 ha bisa menyerap ±10–15 orang/hari (pekerja harian lepas).

Misalnya, total luas tanam tembakau di tiga desa mencapai 60 ha dikalikan ~10–12 pekerja/ha saat puncaknya mencapai 500–720 orang.

Namun kalau total luas tanam di 3 desa tersebut ternyata rendah, misalnya kurang dari 15 ha, tentunya 612 buruh tani tembakau kemungkinan akan overcount.

Berita sebelumnya, kasus dugaan manipulasi, dan/atau pemalsuan data penduduk, atau masyarakat penerima BLT-DBHCHT (Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai, Hasil Tembakau) Tahun 2023 di Kecamatan Sugio bermula dari laporan Supriadi, warga Kecamatan Sugio.

Kasus tersebut terungkap adanya kejanggalan distribusi dana. Dari 612 penerima bantuan di 17 desa, sekitar 550 orang disebut diduga tidak memenuhi kriteria. Ironisnya, tiga desa yang dahulu dikenal sebagai lumbung tembakau, yakni Bedingin, Sidobogem, dan Kedungdadi, justru tidak mendapat jatah sepeser pun.

“Penyaluran ini jauh dari rasa keadilan masyarakat. Penerimanya banyak yang tidak berkaitan dengan tembakau,” ujar Supriadi, warga pelapor kasus tersebut.

Lebih mengejutkan, dalam sebuah pertemuan diruangannya, mantan Kepala Dinsos Lamongan Hamdani Azhari sempat menyebut bahwa penyaluran bantuan yang diberikan kepada keluarga atau kerabat penerima “sudah biasa”.

“Pernyataan yang disampaikan itu semakin memperkuat dugaan adanya nepotisme dan manipulasi data,” katanya.

Dugaan Korupsi Mencapai Rp 495 Juta

Dari hitungan kasar, dengan jumlah penerima tak sesuai kriteria di Kecamatan Sugio sekitar 550 orang, serta nominal bantuan Rp 900 ribu per tahap, potensi penyimpangan bisa mencapai Rp 495 juta hanya untuk tahap pertama.

“Ini baru satu kecamatan. Kalau seluruh Lamongan diperiksa, nilainya bisa miliaran rupiah,” tegas Supriadi.

PMII Lamongan Turun Aksi, Komisi B DPRD Geram

Kemarahan publik makin meluas ketika Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Lamongan menggelar aksi dan audiensi di DPRD pada Juli 2023.

Ketua Umum PC PMII Lamongan, Muchamad Rinaldi, menilai kinerja Dinsos amburadul dan meminta Bupati segera mengevaluasi kepala dinas. Namun, audiensi memanas karena Hamdani Azhari tidak hadir dan hanya diwakili sekretaris dinas.

“Ini rapat penting, tapi kepala dinas mangkir. Kami anggap ini catatan merah,” kata Rinaldi.

Nada keras juga datang dari anggota DPRD Fraksi Gerindra, Anshori. Ia menuding Dinsos telah menyalahi aturan. “Ini bukan sekadar salah teknis, tapi bentuk kedholiman kepada buruh tani tembakau,” ujarnya, sembari meminta Inspektorat turun langsung memeriksa distribusi BLT DBHCHT.

Mantan Kadinsos Kembalikan Rp 186 Juta, Kejari Diminta Tak Berhenti

Skandal ini sempat memanas ketika Kejaksaan Negeri Lamongan berhasil memaksa pengembalian uang negara sebesar Rp 186.645.637 oleh mantan Kadinsos Lamongan, Hamdani Azhari, Januari 2025.

Meski begitu, angka tersebut dinilai terlalu kecil dibanding dugaan kerugian yang mencapai ratusan juta rupiah. Namun, tanda tanya besar di mata pelapor, kenapa Kejaksaan Negeri Lamongan tidak menetapkan tersangka ?

“Pengembalian uang tidak otomatis menghapus pidana. Itu hanya faktor yang meringankan,” ujar Supriadi, mengutip Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kejaksaan pun dituntut agar lebih berani membongkar siapa saja aktor lain yang bermain dalam distribusi BLT DBHCHT 2023. “Jangan sampai ini berhenti hanya di pengembalian uang. Ini bisa jadi hanya puncak gunung es,” tambah Supriadi.

Pertanyaan Besar, Hanya Sugio atau Seluruh Lamongan yang Bermasalah

Bila di Kecamatan Sugio, enam desa yang menanam tembakau di tahun 2023. Namun tiga desa yang warganya tercatat sebagai penerima BLT-DBHCHT 2023. Lalu bagaimana 7 (tujuh) kecamatan lainnya.

Jika terbukti sistematis, maka skandal BLT-DBHCHT 2023 bisa menjadi salah satu kasus penyimpangan dana bantuan terbesar di Lamongan. Apakah Kejaksaan Negeri Lamongan di HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia berani membongkarnya sampai tuntas ?

Penulis: Sujono Maulana Editor: P Bayu S