Daerah  

APBD Lamongan Tahun Anggaran 2020, Fraksi Partai Gerindra : Paling Bobrok Sepanjang Sejarah

Anggota Fraksi Partai Gerinda DPRD Kabupaten Lamongan, Anshori (paling kiri) saat mewakili Ketua DPC Partai Gerindra dalam acara diskusi Refocusing VS Riko Pusing di Ateng Caffe Lamongan, Sabtu (20/06/2021) Foto : Awan)

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Anggota Fraksi Partai Gerinda DPRD Kabupaten Lamongan, Anshori menilai APBD 2020 paling bobrok sepanjang sejarah sepengetahuannya menjadi anggota legislatif. Menurutnya, dari sisi pendapatan banyak yang tidak tercapai.

“Pembuatan APBD 2020 cukup ngawur. Tanya saja Kepala Dinas dan Banggar, kenapa saya bilang begitu. Bobrok ini karena banyak problem untuk itu Pemkab harus kritis dan jeli,” ungkap Anshori saat mewakili Ketua DPC Partai Gerindra dalam acara diskusi Refocusing VS Riko Pusing di Ateng Caffe Lamongan, Sabtu (20/06/2021).

Ada beban hutang sebesar Rp. 70 Miliar pada saat itu, ujar Anshori, menimbulkan potensi pendapatan anjlok. Ia menuturkan, belum lagi Pemkab Lamongan juga punya beban belanja jangka pendek yang harus ditanggung pada tahun 2021.

“Jadi sebenarnya di tahun 2021 tidak ada refocusing, adanya hanya pergeseran agar tidak pailit,” beber Sekretaris Komisi B DPRD Lamongan.

Anshori menjelaskan, pergeseran tersebut merupakan anggaran Covid-19 yang tersisa Rp. 54 Miliar kemudian sisanya dikembalikan ke OPD untuk digunakan program yang berkaitan dengan penanggulangan, baik itu pemulihan ekonomi, jaminan kesehatan dan lainnya.

“Akan tetapi dari Rp. 54 Miliar hanya terealisasi 56% saja atau sekitar Rp. 30 Milyar yang terserap. Pemerintah ini kan sudah dikasih uang untuk menangani Covid-19. Tetapi kenapa anggaran ini tidak dihabiskan, mungkin itu kami beranggapan bahwa pemerintah kurang serius dalam penanggulangan Covid-19,” tegasnya.

Anshori juga menilai, APBD Lamongan tahun 2016 merupakan yang terbaik karena barang jasa dan modal seimbang. Sedangkan saat ini menurutnya terpaut 56%.

“Jadi bentuk transparansi pemerintah itu ya LPJ. Dan itu sudah saya sampaikan, saya kritisi dan beri masukan. Karena itu sudah jadi tanggung jawab kami sebagai anggota DPRD Lamongan,” ucapnya.

Secara umum, ia juga membeberkan, munculnya refocusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19 terjadi usai pengesahan ABPD T.A 2020 yang mengintruksikan belanja tidak langsung untuk penanggulangan bencana.

“Setelah itu ada usulan Peraturan Bupati dan 2 kali perubahan. Karena anggaran yang sebelumnya dirasa tidak cukup, maka dilakukan penganggaran lagi dan terkumpul sampai Rp. 215 Miliar,”

Walk Out (WO) yang dilakukan seluruh anggota Fraksi PDIP pada paripurna beberapa waktu yang lalu. Anshori menyampaikan, wewenang DPRD itu hanya memberi catatan dan keterangan bukan untuk menolak apalagi sampai melengserkan.

“WO itu kan sikap politik, apa yang terjadi di tahun 2020. Semoga bisa jadi evaluasi yang lebih baik ke depan nantinya. Juga belum tentu versi BPK itu baik tapi sebaliknya menurut kita. Buktinya ada kepala daerah yang memperoleh WTP tapi tetap kena OTT KPK,” katanya.

Ia menambahkan, akan lebih elegan jika semua pihak bisa mendudukkan sesuatunya sesuai dengan tempatnya. “Apabila memang tuntutan yang dilakukan oleh pihak PDIP itu serius. Ya segera aja membuat surat ke KIP Jatim,” tutur anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Lamongan yang menilai APBD 2020 paling bobrok sepanjang sejarah sepengetahuannya selama menjadi legislatif. ()