NOWTOOLINE,LAMONGAN – Forum Komunikasi Organisasi Profesi Kesehatan di Kabupaten Lamongan (OP Kesehatan Lamongan) menolak rencana pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law karena dinilai bisa mengancam keselamatan dan merugikan masyarakat.
Sejumlah organisasi yang menolak aturan yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023 itu yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Lamongan, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Lamongan dan Ikatan Teknik Elektromedik (Ikatemi) Lamongan.
Kemudian, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Daerah Lamongan, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Lamongan, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki) dan Persatuan Ahli Farmasi (PAFI) Lamongan.
“Kita tetap satu suara bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law ini belum saatnya untuk dibahas. Maka secara tegas kami menolak RUU Kesehatan Omnibus Law,” kata Ketua IDI Cabang Lamongan dr Budi Himawan saat press release di Kantor IDI Cabang Lamongan, Selasa (22/11/2022).
Diungkapkan Budi, penolakan tersebut memiliki alasan yang kuat dan mendasar karena telah melalui beberapa kajian. Diantaranya, karena profesi dokter, perawat, apoteker, bidan dan profesi kesehatan lain sudah mempunyai perundangan tersendiri.
Untuk diketahui Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan Undamg-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan saat ini masih berjalan baik.
“Bila semua UU dihapuskan semua untuk dijadikan satu UU Kesehatan. Kami nilai belum menemukan urgensinya. Karena UU sebelumnya masih bagus dan bermanfaat bagi profesi seperti kami serta bermanfaat bagi masyarakat Indonesia pada umumnya,” ujarnya.
Selain itu, Budi mengungkapkan, Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan juga menyatakan sikap perlu adanya sinergitas dan peran aktif dari Pemerintah, DPR dan seluruh OP Kesehatan yang terdaftar dalam Puspronakes dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law.
“Hal ini sesuai dengan aturan WHO yang telah menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workfoce 2030. Dimana dalam menentukan kebijakan kesehatan, pemerintah harus melibatkan asosiasi,” ucapnya.
Demi mengedepankan kepentingan masyarakat serta keselamatan dan kesehatab pasien yang lebih luas, Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan mendesak Pemerintah dan DPR lebih aktif melibatkan OP Kesehatan dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
“RUU Kesehatan Omnibus Law harus mengacu kepentingan dan keadilan masyarakat. Dalam penataan Undang-Undang dibidang kesehatan yang baru harus melalui kajian akademis yang baik sesuai OP terkait,” katanya.
Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan juga menilai, RUU Kesehatan Omnibus Law dapat mengakibatkan disharmoni hubungan organisasi profesi kesehatan dengan pemerintah setempat.
“Kami nilai RUU Kesehatan Omnibus Law berpotensi mendisharmoni koordinasi antara OP Kesehatan dengan pemerintah yang selama ini telah terjalin dengan baik,” ucapnya.
Selain itu, implementasi dari RUU Kesehatan Omnibus Law dinilai akan menciderai para OP Kesehatan yang ada. Budi menjelaskan, dalam RUU tersebut terdapat aturan pemberlakuan seumur hidup Surat Tanda Registrasi (STR) bagi OP Kesehatan.
“Sebenarnya ini meringankan kita mendapatkan sehelai kertas dengan tulisan STR setiap 5 tahun sekali. Namun kita memikirkan kepentingan masyarakat,” tuturnya.
Kalau seandainya STR itu seumur hidup, Budi menegaskan, maka pengendalian kompetensi atau skill profesi kesehatan yang menjadi tanggung jawab masing-masing asosiasinya akan terganggu.
“Bila skill dari OP Kesehatan tidak terupdate secara keilmuan, maka pelayanan kepada masyarakat tidak dapat dijamin dengan baik. Itulah salah satu alasannya kita menolak,” ucapnya.
Budi menambahkan, dalam RUU Kesehatan Omnibus Law juga memberikan kemudahan filtrasi terhadap masuknya OP Kesehatan dari tenaga asing.
“Ok, kalau memang skill mereka bagus dan layak maka tidak menjadi masalah. Akan tetapi kultur dari Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bangsa dan bahasa akan menjadi dampak bagi pelayanan kepada masyarakat,” tutur Dokter Specialis Urologi di RSUD dr Soegiri Lamongan.
Apabila rancangan tersebut disahkan dan atau dipaksakan untuk disahkan, Budi menyatakan, Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan akan berjuang dengan santun dan baik melalui saluran-saluran yang ada.
“Intinya kita tetap satu suara. Melalui induk organisasi profesi kita masing-masing akan berjuang dengan baik dan santun. Karena yang kita pegang adalah pelayanan kepada masyarakat itu adalah pertimbangan yang utama,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPD PPNI Lamongan Nurul Chayatin mengatakan, dengan adanya RUU Kesehatan Omnibus Law akan banyak menghilangkan bagian profesi perawat.
“Bila STR diberlakukan seumur hidup, maka kompetensi akan berubah. Sehingga pelayanan kepada masyarakat akan tidak baik. Selain itu, pada RUU Kesehatan Omnibus Law juga mengkebiri kewenangan dan masalah kesejahteraan profesinya,” kata Nurul Chayatin, perawat yang mengikuti press release Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan.