News  

Karena Anggaran dan PAD dari RPH Tidak Seimbang, Ini yang Diharapkan Komisi B DPRD Lamongan

Ning Darwati, anggota Komisi B DPRD Lamongan menyoroti ketidakseimbangan anggaran dan PAD dari RPH Lamongan, Selasa (7/9/2021), Foto : Awani/NOWTooline)

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Kabupaten Lamongan memiliki 3 (tiga) Rumah Potong Hewan (RPH) dengan instalasi pengolahan limbah tersendiri sehingga dijamin tidak akan mencemari lingkungan.

Untuk diketahui bersama, RPH tersebut diantaranya, RPH Pasar Sidoharjo Lamongan, RPH Pucuk Lamongan sebelah timur kantor Kecamatan dan RPH Babat.

Yang lebih istimewa lagi, RPH yang terletak di Pasar Sidoharjo Lamongan. Karena memiliki fasilitas alat pemotongan hewan yang canggih dan menyediakan cold storage.

Selain itu, RPH milik Pemkab Lamongan yang dibangun pada tahun 2013 dengan anggaran Rp 4 Miliar tersebut sudah mengantongi sertifikasi halal dari MUI dan sertifikat NKV (nomor kontrol veteriner).

Sehingga setiap daging yang keluar dari RPH ini sudah dijamin halal dan higienis. Namun kenapa sampai dengan saat ini, masih sedikit sekali yang menggunakan fasilitas tersebut dengan baik.

Atas sepinya RPH tersebut, mendapatkan sorotan dari anggota Komisi B DPRD Kabupaten Lamongan Ning Darwati. Ning berharap pihak Pemkab Lamongan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) untuk mencari solusi.

“Tak sedikit loh, anggaran yang diserap untuk RPH itu. Kalau sampai sepi sangat tidak seimbang dengan PAD yang dihasilkan. Untuk itu Disnakkeswan harus punya terobosan agar diminati masyarakat untuk memotongkan sapinya ke RPH,” ujar Ning, Selasa (7/9/2021).

Jika masyarakat, tutur Ning, lebih memilih untuk memotongkan sapinya ke RPH tersebut. Ia meyakini PAD Lamongan akan bertambah. “Ya, tapi memang tidak semudah itu untuk menertibkan masyarakat maupun para pengusaha jagal sapi,” katanya.

Ning juga meminta Disnakkeswan Lamongan agar sejumlah pengusaha jagal sapi yang ada di Kabupaten Lamongan ditertibkan. Karena menurutnya, pengusaha jagal sapi disinyalir tidak memiliki ijin RPH.

“Saya yakin mereka (jagal sapi) tidak ada yang memiliki ijin RPH. Rata-rata mereka hanya memiliki Izin Gangguan atau Hinder Ordonnantie (HO) saja,” katanya.

Permasalahan tersebut harusnya ada solusi dengan melibatkan Disnakkeswan, pengusaha jagal sapi, pemuda (milenial) dan pihak pemerintah desa setempat agar duduk bersama.

Jika mereka (pemuda) dilatih pengawasan pemotongan, menurut Ning, maka akan bisa memberikan lapangan pekerjaan. “Berdayakan anak-anak lulusan SMA dan Sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan. Tentunya butuh proses tapi semua itu harus dilakukan dengan niat yang pasti,” tututnya.

Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, jika memang pernah melakukan sosialisi dan pembinaan kepada masyarakat dan pengusaha jagal sapi di Lamongan. Menurutnya, ini permasalahan sudah lama dan berlarut-larut yang tidak ada hasilnya secara signifikan.

“Saya yakin, jika ini dilakukan selain menambah PAD Lamongan juga bisa memberikan lapangan pekerjaan baru bagi para milenial,” ujar Ning, anggota Komisi B DPRD Lamongan.