NOWTOOLINE, JAKARTA – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% adalah kontribusi wajib yang tak terhindarkan dari setiap transaksi barang dan jasa yang kita lakukan sehari-hari. Mulai dari beli nasi bungkus, air mineral, hingga ongkos transportasi, semuanya terkena PPN. Dalam angka sederhana, jika rata-rata rakyat Indonesia belanja Rp 200.000 per hari, mereka menyetor Rp 24.000 untuk PPN—yang bila diakumulasi menjadi Rp 720.000 per bulan atau Rp 8,64 juta per tahun per orang.
Bagi pemerintah, ini adalah sumber pendapatan utama. Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 284 juta jiwa, belanja rakyat menghasilkan dana fantastis sebesar Rp 6,8 triliun per hari atau Rp 2.456 triliun per tahun. Angka ini mencakup lebih dari 70% total APBN, membuktikan bahwa rakyat adalah investor terbesar dalam anggaran negara.
Namun, pertanyaannya, apakah rakyat, sebagai penyumbang terbesar APBN, telah menerima hak-hak yang setara dengan kontribusi mereka?
Rakyat Adalah “BOSS BESAR”
Sebagai penyumbang utama negara, rakyat Indonesia sesungguhnya adalah pemegang saham terbesar atau “BOSS BESAR” dalam pengelolaan anggaran negara. Oleh karena itu, rakyat berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari para pelayan rakyat—dari presiden hingga pejabat di tingkat RT/RW.
Kenyataannya, justru sering terjadi sebaliknya. Banyak rakyat yang merasa diperlakukan semena-mena, seperti kehilangan tanah, dikriminalisasi, atau bahkan menjadi korban kekerasan aparat. Padahal, setiap rupiah PPN yang dibayar rakyat digunakan untuk menggaji aparat, menyediakan fasilitas dinas, dan membiayai segala keperluan operasional pemerintahan.
Rakyat miskin dan kaya sama di depan PPN. Tidak ada diskon atau pengecualian, bahkan rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan tetap membayar PPN untuk kebutuhan dasarnya. Ironisnya, hak-hak mereka sebagai “BOSS BESAR” sering kali diabaikan.
Hak Rakyat yang Wajib Dipenuhi
Sebagai “BOSS BESAR,” rakyat memiliki hak untuk:
1. Mendapatkan pelayanan terbaik. Aparat pemerintah, dari pusat hingga daerah, harus melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi.
2. Menuntut transparansi pengelolaan anggaran. Rakyat berhak tahu ke mana dana yang mereka setorkan digunakan.
3. Memperoleh perlindungan hukum. Rakyat tidak boleh menjadi korban kesewenang-wenangan pejabat negara.
4. Diperlakukan dengan hormat. Para pelayan negara harus menyadari bahwa mereka bekerja untuk rakyat, bukan sebaliknya.
Saatnya Rakyat Bersikap Tegas
Rakyat harus menyadari posisi mereka sebagai pemilik negara, bukan sekadar objek kebijakan. Sebagai investor terbesar, rakyat memiliki kuasa untuk menuntut perubahan dalam tata kelola pemerintahan. Pemerintah dan aparat negara harus ingat bahwa tanpa kontribusi rakyat melalui PPN, mereka tidak akan mampu menjalankan tugas sehari-hari.
Sebagai pelayan, sudah seharusnya mereka tunduk dan patuh kepada rakyat. Setiap tindakan yang merugikan rakyat, mulai dari kriminalisasi hingga perampasan hak, adalah pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat.
PPN 12% adalah bukti nyata kontribusi besar rakyat dalam membiayai negara. Oleh karena itu, sudah saatnya rakyat Indonesia, sebagai “BOSS BESAR,” mendapatkan pelayanan yang layak, perlakuan yang adil, dan penghormatan sepenuhnya dari para pelayan negara. Jangan biarkan hak-hak kita diabaikan. Bersuaralah, tuntutlah hak Anda sebagai pemilik sejati negara ini.
Oleh : Wilson Lalengke