NOWTOOLINE, LAMONGAN – Rapat banggar dan hearing telah dilaksanakan oleh anggota DPRD Kabupaten Lamongan bersama pihak eksekutif Kota Soto beberapa hari terakhir untuk menemukan kata sepakat terkait RAPBD Lamongan 2022.
Sebagai lembaga yang memiliki fungsi penyusunan dan pengawasan anggaran, DPRD Lamongan saat ini terkesan diam membisu dengan adanya kenaikan beberapa anggaran secara ugal-ugalan. Meski demikian ada prediksi bahwa DPRD Lamongan akan menggedok RAPBD 2022.
Wakil rakyat seharusnya memiliki fungsi pengawasan. Namun kali ini mereka seakan-akan bungkam. Apa karena mendapatkan kado istimewa ataukah takut dengan pimpinan eksekutif Lamongan.
Kebungkaman anggota legislatif ini, bisa jadi karena dinaikkannya anggaran kunker (kunjungan kerja) dewan hingga 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Jika benar, sudah pasti ini kabar gembira bagi legislatif.
Apabila kita berkaca pada APBD tahun 2021. Dimana saat itu Pemkab Lamongan dibawah kepemimpinan Bupati Fadeli (almarhum), anggaran kunker dewan senilai Rp. 8,032 Milyar.
Sementara itu, di masa kepemimpinan Pak Yes sapaan akrab dari Bupati Yuhronur Efendi sebagaimana yang tertuang dalam RAPBD 2022 untuk anggaran kunker dewan naik 3 kali lipat menjadi Rp. 23,84 Milyar. Jika ini kita hitung secara matematis, maka satu bulan kunker dewan mengabiskan anggaran kurang lebih Rp. 2 Milyar.
Berawal dari sinilah, akhirnya bisa dipahami kenapa para wakil rakyat kita begitu lemah, bungkan dan tak berdaya menghadapi kebrutalan-kebrutalan yang dilakukan oleh eksekutif dalam menyusun anggaran yang semestinya bisa ditekan seefisien dan seefektif mungkin agar tidak terjadi pemborosan.
Bisa jadi semua ini karena bentuk persekutuan untuk kepentingan yang sama antara pihak eksekutif dan legislatif. Eksekutif dalam hal ini adalah Bupati Lamongan yang memiliki kepentingan untuk persiapan bertarung di Pilkada 2024.
Sementara para wakil rakyat kita juga punya kepentingan yang sama, yakni mengamankan posisinya untuk bisa melenggang kembali dan menduduki kursi parlemen pada tahun 2024.
Di tengah kondisi keuangan daerah yang porak-poranda, masing-masing pihak harusnya bisa saling menahan diri untuk bersama-sama mengencangkan ikat pinggang. Bukan malah pesta pora dengan adanya kenaikan anggaran.
Antara pihak eksekutif dan legislatif sama-sama menginisiasi untuk menaikkan pos-pos anggaran yang dipandang belum terlalu penting untuk dinaikkan secara ugal-ugalan yakni, anggaran belanja mamin (makanan dan minuman), kunker dewan dan tunjangan perumahan dewan.
Selama ini, apakah rakyat mengetahui tujuan secara jelasnya ketika seorang dewan melakukan kunker. Apa benar masing-masing anggota dewan membuat laporan hasil kunker. Padahal itu adalah kewajiban.
Jika anggota dewan melakukan kunker seminggu sekali, ada kemungkinan mereka hanya mencari tambahan ceperan dengan dalih menyerap APBD tahun anggaran.
Apakah gaji anggota DPRD yang mencapai sekitar Rp. 35 juta per bulan tidak mencukupi gaya hidup mereka. Ataukah sudah habis, untuk pembayaran angsuran atau nyicil pinjaman ketika mereka nyaleg.
Tentunya kita jadi prihatin melihat ulah para dewan yang sama sekali tidak peka dengan kondisi perekonomian yang semakin terpuruk. Seharusnya antara eksekutif dan legislatif berfikir solutif dan hemat anggaran.
Setidaknya ada kebijakan dan ketegasan untuk menyamakan anggaran dengan tahun sebelumnya, sebagaimana di masa era Bupati Fadeli (almarhum). Toh, semua itu masih bisa dirembuk kembali dengan memperhatikan kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten Lamongan yang kita tahu sedang sakit.
Kita berharap Pemkab Lamongan dibawah kepemimpinan Bupati Yuhronur Efendi untuk tidak gegabah melakukan tindakan pemborosan anggaran.
Bagi para anggota DPRD Lamongan yang terhormat. Kita harapkan bisa menjalankan fungsinya sebagai penyusun dan pengawas anggaran dengan sebaik-baiknya. Dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan sebagaimana jargonnya Pak Yes Membangun Lamongan Menuju Kejayaan Yang Berkeadilan.