DPC Lamongan Tolak Rencana Kenaikan Dana Banpol, Komisi A DPRD Lamongan Usulkan Ini

Ketua DPC PDI Perjuangan, Husen, S.Ag, M, Pd (Foto : Arianda/Istimewa)

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kabupaten Lamongan menolak secara tegas rencana kenaikan dana bantuan keuangan kepada partai politik (banpol) dari semula Rp 2.500,- menjadi Rp 5.000,-.

Pasalnya, kenaikan dinilai kurang bermanfaat di masa Pemerintah Daerah tengah menjalankan program super prioritas yakni Jalan Mantap Alus Lamongan (Jamula).

Saat ini dana banpol, nilainya mencapai Rp 1,7 Miliar untuk 7 (tujuh) partai politik di DPRD Lamongan. Akan lebih layak dan bermanfaat bila digunakan legislatif dalam memaksimalkan kinerja untuk bertemu konstituennya.

Penolakan tersebut disampaikan Ketua DPC PDI Perjuangan Lamongan Husen, S, Ag. M,Pd saat ditemui awak media di kantor Jalan Kusuma Negara Kelurahan Tumengungan, Selasa (9/8/2022).

“Sampai dengan saat ini, kami tidak mengirim surat ke pemerintah terkait rencana kenaikan dana banpol. Dan kita tegas menolak wacana ini,” ujar Husen.

Penggunaan dana banpol, jelas Husen, diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggotanya dan operasional sekretariat partai.

Namun dalam menaikkan dana banpol yang menjadi kewenangan anggota parlemen harus mempertimbangkan verbalnya.

Karena sebagai fungsi pengawasan, kata Husen, petugas partai seharusnya lebih membatasi kunker dengan memperbanyak sidak.

Suasana anggota DPRD Lamongan saat melaksanakan Rapat Paripurna.

“Dan kita akan terus mendorong adanya Sosis (Sosialisasi dan Sinkronisasi) dan Sosper (Sosialisasi Peraturan), serta mengadakan FGD (Forum Grup Diskusi),” katanya.

Sesuai data yang berhasil dihimpun awak media, usulan rencana kenaikan dana banpol sebesar 100 persen dari nilai semula itu diduga dimotori oleh Ketua DPRD Lamongan Abdul Ghofur.

Secara terpisah, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Lamongan Dianto Hari Wibowo mengatakan, pihaknya belum menerima surat terkait kenaikan banpol dari anggota partai politik yang duduk di DPRD Lamongan.

Menurutnya, apabila DPRD Lamongan menaikkan banpol tersebut menjadi 100 persen harus sesuai dengan Permendagri Nomor 36 Tahun 2018.

“Sampai saat ini belum ada surat yang masuk ke Kesbangpol terkait kenaikan dana banpol dari Rp 2.200,- menjadi Rp 5.000,-,” kata Dianto.

Seperti dikatahui, bahwa deviasi dan dekadensi penggunaan anggaran dana banpol sering luput dari perhatian publik. Bahkan, Kejaksaan Negeri Lamongan pernah menangani kasus dugaan korupsi dana banpol di tahun-tahun sebelumnya.

Berbeda dengan Ketua Komisi A DPRD Lamongan Hamzah Fansyuri. Sebelumnya, Hamzah sapaan akrabnya justru mengusulkan agar anggaran pokok pikiran (pokir) yang merupakan aspirasi masyarakat agar sebaiknya dialihkan atau ditangani oleh eksekutif.

“Selama 3 kali reses, ada pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada saya, di antaranya terkait keberadaan toko modern, limbah B3 dari pabrik timah yang beroperasi di Sekaran, lalu yang ketiga rata-rata usulan itu terkait dana aspirasi ke lembaga-lembaga (pokir),” ujar Hamzah, Senin (1/8/2022).

Menurutnya, usulan ini nantinya akan ia bicarakan dengan eksekutif. Ia juga mengaku rela untuk menyerahkan pokir ke eksekutif selama hal ini bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas.

“Nantinya akan kita usulkan ke eksekutif. Kita sendiri tidak dapat alokasi dari eksekutif itu. Kita juga bingung membaginya (pokir), karena juga banyak lembaga yang mengusulkan. Terkadang kita memberikan bantuan dengan nominal tertentu, tapi ternyata operasionalnya tidak cukup,” terang politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).

Oleh sebab itu, Hamzah menegaskan, demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan, seperti pemberian porsi yang dinilai tidak merata atau penyelewengan lainnya, maka ia berpandangan jika pokir biar ditangani oleh eksekutif.

“Kalau saya boleh berpendapat, lebih baik usulan itu gak usah dibatasi, gak usah diplotkan ke masing-masing dewan. Tapi sebisa mungkin langsung dikendalikan oleh pemerintah saja. Dewan nanti sifatnya hanya membantu mengajukan ke pemerintah, sehingga pemerintah lah yang memutuskan,” tandasnya.

 

Lebih lanjut berdasarkan pengamatan yang ia lakukan di lapangan, Hamzah menyebut, warga ada yang mengeluhkan jika beberapa usulan yang diajukan itu tak sesuai dengan nominalnya.

Ketua Komisi A DPRD Lamongan Hamzah Fansyuri

“Mayoritas dari mereka yang mengusulkan dengan nominal sekian tapi dapatnya malah sekian. Di sisi lain, ketika yang masuk ke saya itu usulannya terlalu banyak, baik untuk lembaga, masjid atau musalla, saya kesulitan membagi. Akhirnya jatahnya berkurang, dari yang semula alokasi untuk 30 lembaga, tapi ternyata yang masuk 60 proposal,” paparnya.

Masih kata Hamzah, dengan dialihkannya pokir ke eksekutif, kekecewaan masyarakat pun tak akan langsung dilampiaskan ke wakil rakyat. Dengan begitu, kepercayaan dan citra para anggota dewan tetap baik, serta tak ada lagi tuduhan masyarakat ke dewan mengenai pengambilan keuntungan dari realisasi anggaran tersebut.

“Memang dari beberapa usulan rata-rata direalisasikan. Namun saya takut, ada yang tidak direalisasikan. Kadang juga ini direalisasikan tapi di lapangan kelanjutannya seperti apa kita juga gak tahu. Makanya biar dikelola eksekutif, sehingga eksekutif juga punya beban untuk sosialisasi. Mulai dari usulan, pengajuan hingga survey itu nanti biar ranah eksekutif,” bebernya.

Saat ditanya mengenai apakah usulan tersebut sudah didiskusikan dengan internal partainya dan atau dengan unsur pimpinan dewan lainnya, Hamzah menjawab, jika hal ini belum sepenuhnya dibicarakan secara mendalam.

“Ada beberapa yang sudah saya bahas dengan partai secara internal. Tapi saya belum bahas ke luar (anggota partai dari fraksi lainnya),” pungkas Hamzah, Ketua Komisi A DPRD Lamongan usulkan pokir dialihkan sedangkan Ketua DPC PDI Perjuangan secara tegas menolak rencana kenaikan banpol.