NOWTOOLINE, LAMONGAN– Puluhan Organisasi Profesi Kesehatan Kabupaten Lamongan (OP Kesehatan Lamongaan yang tergabung dalam Forum Komunikasi OP Kesehatan Lamongan melakukan Aksi Damai Menolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Gedung DPRD Lamongan, Senin (28/11/2022).
Aksi damai dengan berjalan kaki yang dimulai dari Telaga Bandung Kelurahan Sukomulyo hingga Gedung DPRD Lamongan tersebut dilakukan OP Kesehatan sebagai upaya menolak secara tegas adanya agenda penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law oleh Badan Legislasi DPR RI.
Sejumlah OP Kesehatan Lamongan yang melakukan aksi damai itu diantaranya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Lamongan, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Lamongan dan Ikatan Teknik Elektromedik (Ikatemi) Lamongan.
Kemudian, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Daerah Lamongan, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Lamongan, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki) dan Persatuan Ahli Farmasi (PAFI) Lamongan.
Masing-masing OP Kesehatan juga membawa bendera atau atribut organisasi dan bendera merah putih. Serta poster yang bertuliskan penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law.
“Ada 9 organisasi profesi, semuanya ngumpul di sini, menyuarakan satu hal, yaitu kita mau agar RUU Omnibus Law yang saat ini sedang hangat-hangatnya dibahas dan besok Selasa. Informasinya mau dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” kata Ketua IDI Lamongan, sekaligus korlap aksi, Budi Himawan.
Budi mengungkapkan bahwa ada kecacatan dalan proses perencanaan UU Kesehatan Omnibus Law dan terkesan dipaksakan.
“Bagaimana bisa RUU yang tidak pernah ada naskah akademisnya yang dibagikan ke kami maupun akademisi kok bisa dimasukkan ke Prolegnas pada Selasa besok, ada apa ini?” tuturnya.
Selain itu, ada beberapa poin dalam RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut yang dinilai justru akan mengancam keselamatan dan kepentingan masyarakat. Pertama adalah masa berlaku Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga kesehatan yang saat ini hanya berlaku 5 tahun, akan diberlakukan seumur hidup.
“Hal ini akan menjadi preseden buruk karena kita tidak bisa mengontrol ethics, skill dan lain sebagainya dari anggota kita dalam melayani masyarakat. Kondisi sekarang STR berlaku 5 tahun saja sudah menjadi problem, bagaimana kalau berlaku seumur hidup,” tuturnya.
Alasan lainnya terkait penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan ini adalah liberalisasi sektor kesehatan, di mana tenaga-tenaga kesehatan asing akan dipermudah untuk masuk ke Indonesia, tanpa penyesuaian dengan kultur di Indonesia, hingga penyesuaian bahasa.
“Alasan terakhir kenapa kita menolak adalah karena di RUU itu Surat Rekomendasi dari organisasi profesi untuk mendapatkan surat ijin praktek akan dihapuskan, sementara organisasi profesi diberi mandat untuk menjaga ethics, skill dan knowledge secara berkelanjutan,” kata Budi.
Dengan beberapa pertimbangan tersebut, maka organisasi profesi kesehatan Lamongan, menolak keras RUU Omnibus Law Kesehatan dan berharap agar RUU tersebut dikeluarkan dari Prolegnas karena dari proses awal pembentukannya saja sudah cacat.
“Kalaupun tetap dimasukkan, organisasi profesi dan masyarakat dilibatkan secara penuh dan jangan sampai mencederai kepercayaan dan layanan kesehatan kepada masyarakat. Jangan sampai RUU ini mencederai pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” ucap Budi.
Di kantor DPRD Lamongan, peserta unjukrasa yang terdiri dari anggota organisasi profesi kesehatan di Lamongan ini dipersilahkan masuk ke salah satu ruang rapat banggar yang ada di DPRD Lamongan.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Lamongan, Abdul Somad, berjanji akan menyampaikan aspirasi terkait penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut kepada pemerintah pusat. “Kami terima aspirasi dari Forum Komunikasi Organisasi Profesi Kesehatan di Lamongan ini dan akan kami tindaklanjuti untuk kami sampaikan ke pemerintah pusat,” kata Somad.