NOWTOOLINE, LAMONGAN – Keterbatasan stok pupuk subsidi menjadi salah satu isu hangat dalam dunia pertanian Indonesia. Dari sudut pandang ekonomi, isu ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Unisla (Universitas Islam Lamongan) DR Abid Muhtarom menegaskan, isu keterbatasan stok pupuk subsidi akan menghadirkan tantangan. Salah satunya gangguan produksi pertanian.
“Kurangnya pupuk subsidi dapat menghambat proses budidaya tanaman, sehingga berakibat pada penurunan hasil panen dan berpotensi memicu inflasi bahan pangan,” kata Abid, Selasa (16/4/2024).
Kemudian, menurut Abid, ketidakseimbangan penawaran dan permintaan pupuk subsidi yang tinggi tidak selalu sejalan dengan pasokan, memicu kelangkaan dan kenaikan harga pupuk non-subsidi.
“Beban ekonomi petani meningkat seiring dengan biaya produksi pertanian meningkat. Sehingga menekan keuntungan petani, terutama skala kecil dan menengah,” ujarnya.
Untuk mengatasi tantangan keterbatasan stok pupuk subsidi, Abid menuturkan, ada beberapa peluang atau langkah-langkah strategis yang bisa diambil.
Yang pertama, Abid menjelaskan, dengan melakukan peningkatan investasi dalam infrastruktur distribusi. Artinya, dengan melakukan investasi dalam infrastruktur dan teknologi.
“Dengan adanya infrastruktur yang lebih baik dapat mengurangi waktu pengiriman dan biaya logistik. Sehingga memastikan pasokan pupuk tersedia tepat waktu,” katanya.
Langkah kedua, penguatan kapasitas produksi lokal melalui diversifikasi sumber pupuk dan peningkatan produksi dalam negeri sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor.
“Dengan meningkatkan kapasitas produksi lokal, negara dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pupuk subsidi, serta mengurangi risiko terjadinya keterlambatan atau gangguan pasokan,” tuturnya.
Pemerintah harus melakukan pemantauan yang ketat terhadap distribusi pupuk subsidi untuk memastikan bahwa pupuk disalurkan secara adil dan efisien kepada petani yang membutuhkan.
“Dengan melakukan pemantauan ini juga dapat membantu mengidentifikasi dan mencegah kasus-kasus penyalahgunaan atau penyelewengan pupuk subsidi,” ujarnya.
Langkah selanjutnya, pemerintah perlu melakukan inovasi kebijakan untuk memperkuat efisiensi dan transparansi dalam sistem subsidi pupuk sangat penting.
“Ini dapat meliputi langkah-langkah seperti pembaruan regulasi, pemberian insentif bagi produsen dan distributor yang berkinerja baik, serta penerapan teknologi informasi untuk meningkatkan pelacakan dan pemantauan distribusi pupuk,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan langkah maju dalam mengatasi permasalahan pupuk subsidi. “Kuncinya dengan kerjasama multipihak,yakni antara pemerintah, produsen pupuk, distributor, dan petani,” ujarnya.
Lebih lanjut, sambung Abid, melakukan penelitian dan inovasi dengan mengembangkan pupuk alternatif yang lebih ramah lingkungan dan efisien dapat menjadi solusi jangka panjang.
“Kemudian memberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian petani dalam mengelola pupuk dan menerapkan praktik pertanian berkelanjutan,” tuturnya.
Dengan demikian, Abid menjelaskan, penting sekali dalam menangani keterbatasan pupuk subsidi memerlukan solusi komprehensif yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Jadi untuk mengatasi keterbatasan pupuk subsidi diperlukan langkah strategis dan kerjasama multipihak. Sehingga kita dapat mengoptimalkan potensi pertaniannya, meningkatkan ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani secara berkelanjutan,” ujar Abid, Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Unisla.