NOWTOOLINE, LAMONGAN – Dugaan korupsi dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (BLT-DBHCHT) anggaran Tahun 2023 di Kabupaten Lamongan semakin menyeruak.
Kasus yang bermula dari laporan masyarakat ini mengungkap adanya kejanggalan dalam distribusi dana yang seharusnya ditujukan bagi buruh pabrik rokok dan buruh tani tembakau.
Pelapor kasus ini, Supriadi mengungkap bahwa penyaluran dana BLT-DBHCHT di Kecamatan Sugio tak sesuai dengan regulasi. Dari 612 penerima di 17 desa, sekitar 550 orang diduga tidak memenuhi kriteria penerima bantuan.
Ironisnya, di desa-desa tersebut bahkan tak ditemukan aktivitas pertanian tembakau sejak 2021. Jika dugaan ini benar, maka ada sekitar Rp 495 juta dana yang disalurkan secara tidak tepat sasaran hanya di Kecamatan Sugio saja.
Meski demikian, Supriadi mengapresiasi, upaya Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan berhasil mengamankan pengembalian dana sebesar Rp 186.645.637 dari mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Lamongan, Hamdani Azhari, Rabu (15/1/2025).
“Terima kasih dan apresiasi kinerja Kejari Lamongan sehingga dugaan korupsi BLT — DBHCHT bisa terbongkar. Sehingga terjadi adanya pengembalian keuangan ke kas daerah senilai Rp.186.645.637,” ucap Supriadi, Kamis (23/1/2025).
Namun angka pengembalian, menurutnya, terlalu kecil dibandingkan potensi kerugian yang sesungguhnya. Karena fakta di lapangan sebanyak 612 penerima di 17 desa Kecamatan Sugio sekitar 550 orang diduga tidak memenuhi kriteria.
Padahal, Supriadi membeberkan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No. 215/PMK.07/2021 dan Peraturan Bupati Lamongan No. 27 Tahun 2022, penerima BLT DBHCHT seharusnya berasal dari kelompok tersebut.
“Selain itu, faktanya di desa-desa tersebut, sejak 2021 hingga 2023, tidak ada masyarakat yang menanam tembakau atau bekerja di pabrik rokok. Ini mengindikasikan adanya manipulasi data yang dilakukan oleh tim pendamping, konsultan, atau pihak terkait lainnya,” tuturnya.
Dugaan Korupsi Mencapai Rp 495 Juta
Surpiadi mengungkapkan, jika dihitung dari jumlah penerima BLT yang tidak sesuai kriteria di Kecamatan Sugio sekitar 550 orang penerima dan jumlah bantuan per tahap sebesar Rp 900.000.
“Dari angka tersebut tentunya ada potensi dugaan penyimpangan dana mencapai Rp 495.000.000 hanya satu kecamatan, yakni Sugio untuk tahap pertama,” katanya.
Pengembalian Dana, Tapi Kasus Harus Tetap Diusut!
Meskipun mantan Kadinsos Lamongan telah mengembalikan dana Rp 186,6 juta ke kas daerah, dirinya menilai ini belum cukup. Kejaksaan Negeri Lamongan diminta untuk menggali lebih dalam dan menelusuri apakah ada aktor lain yang terlibat.
“Kami minta Kejari Lamongan kembali mengevaluasi hasil perhitungan kerugian keuangan negara atas LHP dari Inspektorat Lamongan agar kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana BLT-DBHCHT semakin terang,” ujarnya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi.
Namun, menurut Supriadi, implikasi dalam praktik hukum pengembalian kerugian negara tidak serta-merta menghapus pertanggungjawaban pidana.
“Tercantum dalam pasal 4 menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara dapat menjadi faktor yang meringankan, tetapi bukan alasan untuk menghapus pidana,” tutur Supriadi mengutip UU No. 31 Tahun 1999.
Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Lamongan, Hamdani Azhari telah mengembalikan kelebihan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Tahun Anggaran 2023.
Pengembalian uang tersebut dilakukan melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan. Kasi Intelijen Kejari Lamongan, Mhd Fadhly Arby, mengungkapkan bahwa dana yang dikembalikan terkait dengan belanja yang tidak dapat dibuktikan penggunaannya. “Nilainya sebesar Rp 186.645.637,” ujar Fadhly.
Proses pengembalian dana ini disaksikan langsung oleh pihak Bank Jatim serta pejabat Inspektorat Lamongan. Menurut Fadhly, langkah ini merupakan bagian dari upaya pemulihan keuangan negara.
“Kami bersama Inspektorat melakukan pemeriksaan dan menemukan adanya kelebihan dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. Pemeriksaan tersebut atas pengaduan dari masyarakat,” kata Fadly.
Apakah ini hanya puncak gunung es dari penyimpangan anggaran di Dinas Sosial Lamongan? Kejaksaan dituntut untuk lebih berani membongkar siapa saja yang bermain di balik skandal BLT DBHCHT ini!
Lantas, bagaimana dengan penyaluran dana BLT DBHCHT di kecamatan lainnya ? Apakah hanya Kecamatan Sugio yang mengalami masalah serupa ? Jika ini terjadi di seluruh Kabupaten Lamongan, maka skandal ini bisa bernilai miliaran rupiah.