NOWTOOLINE, LAMONGAN – Kinerja Kejaksaan Negeri Lamongan (Kejari Lamongan) dalam penanganan dugaan kasus tindak pidana korupsi di Kota Tahu Campur sepanjang tahun 2023 patut mendapatkan apresiasi.
Ini dibuktikan, seriusnya Korps Adhyaksa Lamongan menangani kasus dugaan korupsi pembangunan RPH-U Lamongan yang menelan anggaran bersumber dari APBD 2022 senilai lebih dari Rp. 6 milyar.
Selain itu, Kejari Lamongan juga sudah menetapkan 4 (empat) tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi lainnya, yakni Sentra Kuliner Sukodadi (SKS). Dan saat ini masuk ke tahap 2.
Sudah tentu, prestasi ini seiring dengan tema peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini yakni “Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju”. Setiap tahun Hakordia diperingati pada tanggal 9 Desember.
Namun, prestasi tersebut ternodai oleh kasus penyerobotan tanah negara yang tidak ada tindak lanjut proses penangananya.
Supriadi, pelapor kasus penyerobotan tanah mengaku, kasus yang dilaporkannya ke Kejari Lamongan seolah hilang ditelan bumi.
“Tentu, kami sangat bangga.Tapi, kami ingin tanya, kenapa laporan dugaan penyerobotan tanah negara pada tanggal 25 Juli 2022 yang kami adukan masih belum jelas,” kata Supriadi secara tertulis, Sabtu (9/12/2023).
Dugaan penyerobotan atau penguasaan tanah negara dan/atau pemakaian tanpa izin yang berhak ini terjadi di Desa Lebakadi, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Diakuinya, sejak laporan masuk ke Kejari Lamongan hingga saat ini kurang lebih sudah 16 (enam belas) bulan. “Lamanya proses penanganan perkara tersebut menunjukkan tidak adanya kepastian hukum,”ujarnya.
Dari satu berkas laporan tersebut, Supriadi menyimpulkan, Kejari Lamongan dalam menangani perkara tersebut diduga tidak sesuai dengan SOP dan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Kejaksaan RI.
“Pertama, Kejari Lamongan tidak melakukan pemeriksaan secara substantif terhadap pelapor. Kedua, tidak memberikan perkembangan atas tindak lanjut dalam suatu proses penanganan perkara yang telah dilakukan,” katanya.
Supriadi juga telah mengajukan beberapa kali permohonan mulai Agustus 2022 hingga 9 Oktober 2023 kepada Kepala Kejari Lamongan. Namun, diakuinya, tidak ada penjelasan atau jawaban secara tertulis dari Kejari Lamongan.
“Kami warganegara Indonesia, butuh kejelasan secara tertulis sampai tahapan mana proses penanganan perkara tersebut. Apa tahapan telaah, pelaksanaan kegiatan Intelijen, operasi Intelijen, penyelidikan ataukah penyidikan. Dan/atau dilimpahkan ke instansi lain atau yang berwenang,” ujarnya geram.
Selain kasus dugaan penyerobotan tanah negara, Supriadi juga mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2023 dia juga mengadukan beberapa perkara ke Kejari Lamongan. Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian hukum atas perkara-perkara tersebut.
Lambannya penanganan perkara oleh Kejari Lamongan ini bisa menjadi sorotan publik. “Ini menunjukkan masih ada oknum-oknum di Kejari Lamongan yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya,” ujar Supriadi.