RUU Kesehatan, Organisasi Kesehatan Lamongan Serahkan Nota Protes Langsung ke DPR RI

Ketua IDI Cabang Lamongan dr Budi Himawan menyerahkan Nota Protes RUU Kesehatan ke Komisi X DPR RI Fraksi PAN Prof Dr Zainudin Maliki di Gedung Dakwah PDM Lamongan, Jumat (7/4/2023).

NOWTOOLINE, LAMONGAN – Organisasi Profesi Kesehatan Kabupaten Lamongan terus konsentrasi dan komitmen agar RUU Kesehatan dihentikan pembahasannya di Komisi IX DPR RI.

Karena pembahasan RUUK tidak melibatkan peran dari Organisasi Profesi Kesehatan. Oleh karena itu, OP Kesehatan Lamongan yang terdiri dari IDI, PDGI, IBI, PPNI, PTGMI dan IAI menyampaikan dua tuntutan.

Seperti diketahui, bahwa Daftar Inventarsisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan telah diserahkan pemerintah melalui Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin kepada Komisi IX DPR RI, Rabu (5/4/2023) kemarin.

Setidaknya terdapat 3.020 DIM pada batang tubuh serta 1.488 DIM pada penjelasan yang telah dirangkum dari 478 pasal yang diusulkan dalam RUU Kesehatan.

Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Lamongan, dr Budi Himawan usai menyerahkan aspirasi secara langsung ke Komisi X DPR RI Fraksi PAN Prof Dr Zainudin Maliki di Gedung Dakwah PDM Lamongan, Jumat (7/4/2023).

“Kita sepakat dan satu visi misi dengan Prof Dr Zainudin Maliki.Jangan sampai RUUK hanya berwarna serba negara. Akan tetapi harus ada peran organisasi profesi kesehatan,” kata dr Budi.

Diungkapkan dr Budi, DIM RUUK dari pemerintah sudah diserahkan ke Komisi IX DPR RI. “Dan ternyata dalam RUUK tersebut, benar-benar menghapus peran organisasi profesi yang selama ini sebagai pelindung etik dan disiplin dari seluruh sejawat kita,” ujarnya.

Diceritakan dr Budi, bahwa organisasi profesi IDI sudah terbentuk 115 tahun yang lalu. Bahkan pembentukannya ini sudah berdarah-darah.

Tak hanya itu, dr Budi mengemukakan, seluruh OP Kesehatan di Indonesia juga sudah berdarah-darah ketika menjadi garda terdepan untuk membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 kemarin.

“Namun kenapa pemerintah justru hadir disini tidak memberikan penghargaan. Malah menghapus peran OP Kesehatan dengan lahirnya RUUK. Tuntutan kami yang pertama jangan hapus peran organisasi profesi kesehatan hanya karena satu dua kasuistik yang dianggap kita mempersulit dan sebagainya,” ucapnya.

Kedua, dr Budi menyampaikan, RUUK sangat minim sekali dalam memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga medis maupun tenaga kesehatan. Bahkan, menurutnya, perlindungan hukum yang diberikan sangat abstrak dan tidak konkrit.

“Artinya semua warga tentunya sudah dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 C. Namun kita bicara Undang-undang yang lex specialist untuk kesehatan,” tuturnya.

Budi berharap, organisasi profesi kesehatan bisa seperti organisasi advokat yang tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata selama menjalankan profesi sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur).

“Harusnya kami ada imunitas hukum. Sepanjang kami melaksanakan praktek kedokteran SOP yang benar. Serta sesuai dengan etik dan disiplin yang benar,” katanya.

Dalam RUUK pasal 326, 327, 328 kalau tidak diperbaiki, dijelaskan dr Budi, maka organisasi profesi kesehatan akan menjadi bulan-bulanan penegak hukum. Meskipun nantinya OP Kesehatan menjalankan tugasnya sesuai SOP.

“Bagaimana tidak. Karena pasien dan keluarga berhak untuk minta ganti rugi meski SOP sudah dijalankan. Setelah itu, mereka berhak melaporkan secara pidana maupun perdata meski ganti rugi diberikan,” ucapnya.

Apabila RUUK disetujui menjadi Undang-Undang Kesehatan, dr Budi mengatakan, bisa dipastikan seluruh OP Kesehatan akan memberikan pelayanan kepada pasien dengan prinsip difensive medicine.

“Artinya tenaga kesehatan dan medis akan melakukan pemeriksaan ke pasien secara lengkap dan menyeluruh. Dengan tujuan menghindari tuntutan dari pasien. Ujung-ujungnya, pasien akan dibebani tingginya biaya pemeriksaan. Tentu ini juga akan merugikan masyarakat,” tuturnya.

Kalaupun nantinya tidak bisa dihentikan pembahasannya, dr Budi berharap, dua tuntutan OP Kesehatan Lamongan diperhatikan.

“RUUK memang sangat cacat. Bila tidak bisa dihentikan karena ada proses politik dan sebagainya, maka dua tuntutan kami mohon benar-benar diperhatikan dan diperjuangkan oleh wakil-wakil kita yang ada di Komisi IX DPR RI,” ujar dr Budi.

Sementara itu, Komisi X DPR RI Komisi X DPR RI Fraksi PAN Prof Dr Zainudin Maliki mengatakan, persepsi masyarakat terkait RUU K itu awalmya dari DPR RI. Karena sempat beredar draft-draft liar.

Selaku Baleg Panja (Panitia Kerja) RUUK, Prof Maliki menyatakan, RUU Inisiatif DPR RI bukan pihaknya yang membuat.

“Karena kerisauhan dari banyak pihak, akhirnya Baleg Panja DPR RI menyusun sendiri. Walaupun belum sempurna. Karena sudah disetujui maka kemudian diserahkan kepada pemerintah. Kemarin DIM RUUK itu diserahkan ke kita,” ujar Prof Maliki.

Prof Maliki mengemukakan, bahwa pemerintah sering kali mengklaim telah melaksanakan FGD (Forum Group Discusion) dengan banyak pihak. Namun pada kenyataannya FGD tersebut tidak berkualitas.

“Pengalaman pernah terjadi ketika hadirnya Undang-Undang Pendidikan. Nah, terjadi lagi RUUK juga begitu,” ujarnya.

Dikemukakan, Fraksi PAN sejak awal menghendaki supaya diberikan cukup waktu berkomunikasi dengan para pihak masyarakat, khususnya organisasi profesi kesehatan dan stakeholder stakeholder kesehatan yang ada.

“Kalau tidak mau mendengarkan suara masyarakat, publik dan OP Kesehatan, saya khawatir DPR RI dituduh membuat undang-undang atas dasar pesenan. Apakah pesenan dari pihak oligarki atau pihak yang lain,” ucap Prof Maliki usai menerima Nota Protes terkait RUU Kesehatan dari Organisasi Profesi Kesehatan Lamongan.